Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ulasan Buku: Katakan “Selamat Tinggal” pada Produk Bajakan

 

Sumber: dokumen pribadi

Selamat Tinggal, novel Tere Liye yang diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2020 ini mendapat review positif dari para pembacanya. Terhitung sampai tulisan ini dibuat, buku Selamat Tinggal telah mendapat rating 4,28 dari 1.534 orang yang merating, dan mendapat 310 ulasan di Goodread. Sebenarnya apa sih yang membuat novel ini berhasil mendapat begitu banyak ulasan positif?

Ide Cerita yang Anti Mainstream

Selamat Tinggal adalah novel yang ide besarnya merupakan keresahan Tere Liye sebagai penulis yang buku-bukunya banyak dibajak.

Efek merasa geram karena banyak karyanya yang dibajak, Tere Liye mengangkat topik permasalahan ini dan membuatnya menjadi cerita. Namun, walaupun tema yang dibahas terbilang cukup berat, tetapi penulis mampu merangkai alur ceritanya sedemikian rupa sehingga tetap menarik untuk dibaca.

Secara garis besar, novel Selamat Tinggal bercerita tentang Sintong yang terpaksa mau menjaga toko buku bajakan milik pamannya sebagai ganti biaya kuliah yang pamannya keluarkan untuk dirinya. Selain menceritakan kehidupan sebagai penjaga toko, Tere Liye menambahkan tingkat kompleksitas ceritanya dengan menambahkan kehidupan kampus Sintong sebagai mahasiswa yang nyaris drop out, bagaimana Sintong berusaha menggali sejarah untuk bahan skripsinya, masalah yang dihadapi karena bisnis produk bajakan pamannya, serta diselipkan juga kisah cinta dan patah hati.

Topik Cerita yang Relate dengan Kehidupan Sehari-hari

Produk ilegal banyak sekali kita jumpai di sekitar kita. Ada banyak sekali barang yang diproduksi ulang oleh orang-orang nakal, misalnya dvd, alat kosmetik, obat-obatan, buku. Juga barang-barang branded seperti tas, sepatu, jam tangan, pakaian, dan sebagainya.

Zaman sekarang, dengan teknologi yang lebih canggih lagi, bahkan ada lebih banyak lagi yang dibajak. Bukan hanya barang fisik saja, tetapi juga sesuatu yang tidak bisa kita pegang langsung seperti film, ebook, dan karya-karya kreatif lainnya. Selain website-website yang menyediakan karya bajakan, beberapa media sosial juga digunakan sebagai tempat menyebarluaskan karya-karya tersebut.

Saking banyaknya produk bajakan di sekeliling kita, boleh jadi tanpa sadar kita sendiri merupakan salah satu penikmatnya. Sebagai penulis yang karyanya disebarluaskan secara ilegal, Tere Liye menyuarakan secara gamblang keresahannya melalui novel Selamat Tinggal yang boleh jadi dirasakan juga oleh banyak orang tetapi suara mereka dianggap angin lalu oleh pihak berwenang.

Sindiran Menohok untuk Para Pembajak dan Penikmat Produk Bajakan

Melalui sindiran yang diselipkan di novel, Tere Liye secara tidak langsung mengajak kita untuk berhenti menikmati produk bajakan, menghargai pembuatnya dengan membeli produk-produk aslinya, dan berhenti mendukung pihak yang salah. Sebab, pihak yang menyomot, memproduksi ulang, sekaligus menyebarluaskan karya orang lain adalah pencuri.

Gurat wajah Bulik Ningrum, tutur katanya yang lembut, semua kebaikannya, tidak akan ada yang menyangka, Bulik Ningrum adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis buku bajakan keluarga besar Paklik Maman. Mereka sekeluarga, tiga puluh tahun mencuri miliaran rupiah rezeki penulis. Dan Bulik Ningrum tetap tersenyum lembut bagaikan malaikat suci, seolah pekerjaan itu sangat jujur nan mulia. (hlm 65)

Masih ada banyak lagi sindiran yang ditujukan untuk para pembajak dalam buku ini, seperti:

“Pram itu penulis legendaris. Buku-bukunya harus dibaca mahasiswa. Dia pantas mendapat penghargaan tinggi.” (hlm 13)

“Kalau Pram pantas mendapat penghargaan tinggi, kenapa kamu menjual buku bajakannya?” (hlm 13)

“Ckckck… Buku dari penulis yang nyaris mendapat Nobel hanya dijual tiga puluh ribu bajakannya. Itu benar-benar penghargaan tinggi buat Pram.” (hlm 14)

Bahkan Tere Liye menjabarkan dengan detail melalui kasus penulis kamus terkenal, berikut narasinya:

Kamus Bahasa Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia adalah salah satu buku paling banyak dijual oleh toko buku bajakan. Puluhan tahun terakhir, boleh jadi ada puluhan juta buku bajakannya terjual. Itu ironis, karena pengarangnya, Hassan Shadily dan John M. Echols, seharusnya menjadi dua penulis terkaya di negeri ini. Nyatanya tidak. Jutaan orang mencuri hak mereka, dan jika diingatkan baik-baik, mereka menjawab santai, “Ah, penulis itu harus ikhlas, besok di akhirat dibalas pahalanya. Kalau tidak bisa ikhlas, tidak usah jadi penulis.” (hlm 158)

Melalui narasi di atas, para pembajak dengan santai malah balik menyerang penulis dengan membawa-bawa pahala tanpa berkaca dengan perbuatan yang mereka lakukan. Padahal yang mereka lakukan tidak ada benarnya, dan di akhirat nanti mereka akan dimintai pertanggungjawabannya.

Sedangkan untuk penikmat produk bajakan, khususnya buku, berikut sindiran yang Tere Liye selipkan:

Fantastis sekali, mereka belajar tentang hukum dari buku-buku bajakan. Hukum seperti apa coba yang hendak mereka tegakkan? (hlm 51)

Bagus sekali, mereka mau tes CPNS dengan belajar dari buku bajakan. Besok-besok kalau mereka lulus tes dan jadi PNS betulan, apa dong kualitas mereka? Bahkan urusan beli buku latihan saja mereka santai memilih bajakan. PNS KW dong? Atau PNS aspal? (hlm 75)

Selain itu, Tere Liye juga menjabarkan perbedaan kualitas produk bajakan dengan aslinya.

Buku bajakan? Benar juga, buku-buku ini berbau menyengat saat dibuka, cetakannya juga buram, cover-nya berbeda sekali dengan buku yang biasa dia pegang. (hlm 22)

Blurb yang Memikat

Kita tidak sempurna. Kita mungkin punya keburukan, melakukan kesalahan, bahkan berbuat jahat, menyakiti orang lain. Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak akan melakukannya lagi, memperbaiki, dan menebus kesalahan tersebut.

Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. “Selamat Tinggal” suka berbohong, “Selamat Tinggal” kecurangan, “Selamat Tinggal” sifat-sifat buruk lainnya.

Melalui blurb yang ada di cover belakang, seperti tertulis di atas, Tere Liye seolah ingin berpesan bahwa kita bisa memperbaiki kesalahan dan mengatakan selamat tinggal untuk sifat dan perbuatan buruk di masa lalu.

Bagaimana? Apakah tertarik untuk membaca novel Selamat Tinggal?


Posting Komentar untuk "Ulasan Buku: Katakan “Selamat Tinggal” pada Produk Bajakan"